Tuesday 25 December 2012

TATA BAHASA GENERATIF TRANSFORMASIO

BAB I
PENDAHULUAN        

1.      Latar Belakang
Sebagai alat komunikasi bahasa adalah suatu system yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahasa itu bukan suatu system tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem semantic.
2.      Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan kami bahas pada makalah ini antara lain  :
a.       Tatabahasa Transformasi
b.      Tatabahasa Semantic Generatif
c.       Tatabahasa Kasus
d.      Tatabahasa Relasional
3.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyususnan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk memahami Tatabahasa Transformasi
b.      Untuk memahami Tatabahasa Semantic Generatif
c.       Untuk memahami Kasus
d.      Untuk memahami Relasional

BAB II
LINGUISTIC TRANSFORMASIONAL

Devinisi Linguistic Transformasional
Linguitik merupakan ilmu yang bersifat dinamis, berkembang terus sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki. Begitulah, linguistic structural lahir karena tidak puas dengan pendekatan dan prosedur yang digunakan linguistic tradisional dalam menganalisis bahasa. Sekian puluh tahun linguistic structural digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walau modal structural itu tidak hanya satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model structural juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba untuk mevariasi model tersebut, sehingga lahilah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaannya, dengan model structural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistic Transformasional yang mempunyai pendekatan dengan cara yang berbeda dengan cara yang berbeda dengan linguistic structural. Namun, kemudian model transformasi ini pun dirasakan orangt banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain yang dianggap lebih baik, misalnya model semantic generative, model tatabahasa kasus, model tatabahasa relasional, dan model tatabahasa stratifikasi.
1.      Tatabahasa Transformasi
Menurut Noam Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tatabahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dikatakan sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, kalau begitu, tugas tatabahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas. Setiap tatabahasa dari suatu bahasa , menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tatabahasa itu harus memenuhi  dua syarat sebagai berikut :
a.       Kalimat yang dihasilkan oleh tatabahasa itu harus dapat bisa diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b.      Tatabahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilahyang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja , dan semuanya iini harus sejajar dengan teori linguistic tertentu.
Sejalan dengan konsep language dan parole dari de Sausure, maka Chomsky membedakan adanya kemampuan (Competence) dan perbuatan berbahasa (Performance). Kemampuan adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya, sedanglan perbuatan bahasa adalah pemakai bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam tatabahasa generative ini, maka yang menjadi objeknya adalah kemampuan ini, meskipun perbuatan berbahasa juga penting; dan yang perlu menarik bagi seorang peneliti bahasa adalah system kaidah yang dipakai si pembicara untuk membiat kalimat yang diucapkannya. Jadi, tatabahasa bharus mampu menggambarkan kemampuan si pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, yang sebagian besar belum pernah didengarnya. Pada dasarnya setiap kita mengucapkan satu kalimat, kita telah membuat kalimat baru, yang berbeda dari sekian banyak kalimat yang pernah kita ucapkan atau tuliskan. Kemampuan seperti ini, yakni, mampu membuat kalimat-kalimat baru disebut “Aspek Kreatif Berbahasa”. Dengan kata lain, menurut aliran ini, sebuah tatabahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tetentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Sebagai contoh seseorang yang telah menguasai perkalian 0 – 9 tentu akan mampu mengalikan perkalian itu walaupun angka perkaliannya lebih dari satu. Kemampuan untuk mendapatkan jawaban yang benar bukanlah karena dia telah pernah melihat atau melakukan perkalian tersebut, tetapikarena kaidah perkalian 0 – 9 yang telah dikuasainya.
Lahirnya tatabahasa transformasio bersamaan dengan terbitnya buku “Syntactic Structure “ pada tahub 1957. Teori yang dikemukakan dalam buku tersebut sering disebut dengan nama”Tatabahasatransformasi Klasik”. Lebih jauh, Chomsky menjelaskan tiga komponen tatabahasa, komponen sintaksis, komponen semantic, dan komponen fonologis, yang ketiganya memiliki hubungan satu sama lainnya.  Yaitu hubungan input pada komponen semantic adalah output dari subkomponen fonologis merupakan output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Kompone sintalsis merupakan “sentral” dari tatabahasa karena komponen inilah yang menentukan arti kalimat dan komponen ini pula yang menggambarkan aspek kreatifitas bahasa.
Komponen semantic memberikan Interprestasi semantic pada deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentuka oleh kalimat ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau cirri semantic yang membentuk morfem itu. Umpamanya, kalau kata “ayah” dan “ibu” kita bandingkan dengan kata “pensil” dan “kursi”, maka dapat kita lihat kata ayah dan ibu mempunyai ciri sematik/+makhluk/sedangkan kata pensil dan kursi tidak memiliki cirri itu, atau lazim sering disebut memiliki cirri semantic /-makhluk /. Oleh karena itu, kita dapat menerima kalimat
“ Ayah suka merokok” atau “ibu suka belanja di pasar” dan menolak kalimat
“pensil suka merokok” atau “kursi suka belanja di pasar”
Komponen fonologi memberikan interprestasi fonologi pada deretan unsure yang dihasilkan oleh kaidah trnsformasi. Dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur tadu dapat diucapkan
Tidak sama dengan tatabahasa strukturalis yang berusaha mendeskripsikan cirri-ciri bahasa tertentu, maka tatabahasa transformasi (dan bersama tatabahasa tradisional), berusaha mendiskripsikan cirri-ciri kesemestaan bahasa.
2.      Tatabahasa Semantic Generatif
Beberapa murid Chomsky yang diantaranya adalah Postal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, mendirikan aliran sendiri yang kemudian disebut aliran semantic generative. Pendapat mereka berbeda dengan guru mereka. Semantic mempunyai eksistensi yang lain dari sintaksis, dan bahwa struktur batin tidak sama dengan struktur sintaksis. Menurut teori generatif semantic, struktur semantic dan struktur sintaksis besifat homogeny, dan untuk menghubungkan kedua struktur ini cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. Tidak perlu dengan kaidah lain, yakni, kaidah sintaksis dasar, kaidah proyeksi, dan kaidah fonologi, seperti yang diajarkan Chomsky. Menurut semantic generative, sudah seharusnya semantic dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantic itu serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argument dalam suatu preposisi.
Menurut teori semantic generative, argumentasi adalah segala sesuatu yang dibicarakan : sedangkan predikat itu semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha mengabstraksikan predikatnya dan menentukan argument-argumennya. Dalam mengabstraksikan predikat, teori berusaha untuk menguraikannyalebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti (Atimic Predicate). Sebagai contoh kata “membunuh” yang menyebabkan (X) menjadi mati (Y).

3.      Tatabahasa Kasus
Tatabahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya yang berjudul “The Case for Case” pada thun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal ini Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.
Dalam karangannya yang terbit pada tahun 1968, Fillmore membagi kaliamat atas : (1) modalitas, yang bias berupa unsure negasi, kala, aspek, dan adverbial; dan (2) preposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Yang dimaksud kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argument dalam teori semantic generative. Hanya argument dalam teori ini diberi label kasus.
Dalam teori ini Fillmore tidak membatasi jumlah ksus, tetapi dalam versi 1971 dibatasi atas kasus agent, experience, object, means, source, goal, dan referential. Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku perbuatan yang melakukan suatu perbuatann seperti makan, menendang, atau membawa. Yang dimaksud dengan experience adalah yang mengalami peristiwa psikologis, seperti saya, atau dia, dalam kalimat “saya tahu” dan “dia merasa takut”. Object adalah sesuatu yang dokenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses seperti bola, atau rumah dalam kalimat “Dika menendang bola” atau “Pak Lurah membangun rumah”. Yang dimaksud dengan source adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah, seperti Bandung dalam kalimat “kemarin paman pulang dari Bandung”. Goal adalah keadaan, tempat atau waktu yang kemudian seperti guru dalam kalimat “Ibu Sari ternyata seorang guru”. Sedangkan referensial adalah acuan seperti husin dalam kalimat “Husin temanku”.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya persamaan antara teori semantic generatif dengan teori kasus, yaitu sama-sama menumpukan teorinya pada predikat atau verba.
4.      Tatabahasa Relasional
Tatabahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori-teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tatabahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.
Sama halnya dengan tatabahasa transformasi, tatabahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini Tatabahasa Relasional (TR) banyak menyerang Tatabahasa Transformasi (TT), karena dianggap tida dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa inggris.
Sebagai contoh “saya diberi buku itu oleh Ali”. Jika dianalisis daris segi tatabahasa tarnsformasi, bentuk kalimat tersebut merupakan hasil dari macam transformasi yang dilakukan sercara berurutan, yaitu, transformasi datif, lalu transformasi pasif. Jadi keseluruhannya ada tiga bentuk atau kontruksi yang terlibat, yaitu, (a) kontruksi kalimat inti, (b) kontruksi kalimat hasil transformasi datif, (c) kalimat hasil transformasi pasif dari kontruksi datif. Menurut analisis tatabahasa relasional kalimat di atas juga mempunyai tiga tataran structural yang urut-urutannya juga sama dengan menurut teori tatabahasa transformasi di atas yaitu kalimat :
-          Ali memberi buku itu kepada saya
-          Ali member saya buku itu
-          Saya diberikan buku itu oleh Ali
Teori ini bukanlah teori terakhir dalam perkembangan linguistic, masih banyak lagi teori-teori lain yang dekemukakan oelh para ahli lain dalam bidangnya.

BAB III

Simpulan
             Dunia ilmu, termasuk linguistic, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis; berkembang terus. Sekian puluh tahun linguistic structural digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walau modal structural itu tidak tidak hany satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model structural juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba untuk mevariasi model tersebut, sehingga lahilah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaannya, dengan model structural smula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistic Transformasional yang mempunyai pendekatan dengan cara yang berbeda dengan cara yang berbeda dengan linguistic structural. Namun, kemudian model transformasi ini pun dirasakan orangt banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain yang dianggap lebih baik, misalnya model semantic generative, model tatabahasa kasus, moel tatabahasa relasional, dan model tatabahasa stratifikasi. 
1.      Tatabahasa Transformasi
            Menurut Noam Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tatabahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dikatakan sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, kalau begitu, tugas tatabahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas.
2.      Tatabahasa Generatif Semantik
            Menurut teori generatif semantic, struktur semantic dan struktur sintaksis besifat homogeny, dan untuk menghubungkan kedua struktur ini cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. Tidak perlu dengan kaidah lain, yakni, kaidah sintaksis dasar, kaidah proyeksi, dan kaidah fonologi, seperti yang diajarkan Chomsky.
3.      Tatabahasa Kasus
           Yang dimaksud kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argument dalam teori semantic generative. Hanya argument dalam teori ini diberi label kasus.

4.      Tatabahasa Relasional
           Sama halnya dengan tatabahasa transformasi, tatabahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini Tatabahasa Relasional (TR) banyak menyerang Tatabahasa Transformasi (TT), karena dianggap tida dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa inggris.
Saran
           Bahasa menunjukkan bangsa karena bahasa menunjukkan kepribadian. Dalam berkomunikasi berbicaralah dengan menggunakan diksi yang baik dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi saat belangsungnya komunikasi. Menghargai apa yang disampaikan orang lain adalah mutlak dibutuhkan dalam bekomunikasi dengan baik.

Daftar Pustaka                     
Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesi: Sintaksis. Yogyakarta: UI karyono
Chaer, abdul. 2007. Linguistik Umum:Jakarta. Rineka Cipta

Friday 16 November 2012

Ada apa dengan "KEPO"

Dewasa ini, sosial media banyak berpengaruh dalam kehidupan sehari hari, baik dikalangan remaja, dewasa, bahkan orang yang lanjut usia sekalipun. Sepertinya virus “anak gaol” sudah meradang akut di nadi-nadi anak muda.
Sembari bersenandung rindu, beranjak santai dikala senja, tak ada salahnya kita menelaah apa itu arti kata Kepo yang sebenarnya. Yap, tentunya kata Kepo pasti udah tak asing lagi kan bagi kita yang banyak fasih terhadap perkembangan dunia nyata juga dunia maya?
Tapi, yang harus pembaca tau. Sepertinya ada sedikit kesalahan pengertian dalam kata Kepo ini. Jadi, apa yang ada di pikiran kalian saat mendengar kata Kepo? Mungkin yang muncul di benak kalian adalah persepsi negatif, benar begitu?
Tak ada salahnya toh kita selusuri kata yang semakin poular ini menjadi obrolan dan perbincangan yang asik dan santai, namun tetap berisi tentunya. Menurut hasil googling, Kepo itu berasal dari bahasa Bangka yang artinya kurang lebih “mau tahu urusan orang atau orang yang sok sibuk”
Disini, menurut kamus kitabgaul.com yang ada di Om Google, ditemukan beberapa jenis Kepo. Berikut ini beberapa jenis dan contohnya:
1.Kepo = Mau tau urusan orang lain
A : Gimana kabar Kang Asep sama pacarnya sekarang, udah putus belum?
B : Kepo banget sih.

2.Kepo = Perasaan ingin tahu terhadap sesuatu hal.
Sudah tak asing lagi, biasanya Ini sering digunakan di jejaring sosial. Contoh: Twitter.
Misalnya, SBY penasaran ketemu @tifsembiring makan apa di BIP..
Tifsembiring : @SBY iihh, kepo ajaa deh..

3.Kepo = Berasal dari bahasa Hokkian.
Ke = Bertanya, Po (Apo) = Nenek-nenek. Jadi artinya nenek-nenek yang suka bertanya-tanya. Maksudnya selalu ingin tahu.
A : Kamu lagi dimana? Ngapain? Sama siapa?
B : Kepo banget sihh..

4.Kepo = Tentang si pelaku, biasanya disebut tukang gosip, selalu mau tau urusan orang lain.
Kalau ada orang yang selalu penasaran dan pengen tahu tentang segala hal, ya pastinya kata yang keluar: "kepo banget sih lo, bro."

5. Kepo = Selalu ingin tahu.
Temen cowo lo itu kepo banget ya! Gue ditanya-tanyain ini-itu, pengen tau urusan orang banget sih.

Nah, dari penjabaran diatas, secara harfiah, kata Kepo itu bernada negatif. Sedikit menggelitik dalam pikiran. Pastinya, siapa yang nggak risih urusannya direcokin sama orang lain? Yap, kalau masih bingung. Saya sebagai penulis, dan juga penikmat kata Kepo, mau membagi kata ini menjadi tiga makna, dan ini hanya menurut subyektif penulis saja.
1.Kepo = Care
Nggak selamanya Kepo itu harus menimbulkan persepsi negatif. Misalnya ada temen, pacar, orang tua, atau keluarga kita yang lagi ada masalah terus kita tanya sama dia.
“kamu kenapa ko diem aja ? ada masalah ya ?”
Dalam hal ini, Kepo adalah wajar karena bermaksud peduli sama seseorang yang kita kenal.
2.Kepo = Inisiatif
Kepo jenis ini ditujukan kepada orang-orang yang ingin tau tentang banyak hal yang membuatnya penasaran. Biasanya, rasa ingin tau ditujukan kepada ilmu pengetahuan, untuk menciptakan sesuatu yang baru. Orang yang memiliki karakter kepo ini tidak bermaksud untuk mengorek tentang orang lain tetapi untuk mempelajari sifat-sifat orang. Biasanya, Kepo seperti ini juga menggangu tapi karena orang-orang Kepo seperti inilah tercipta listrik, pesawat, kapal selam, dan lain-lain.
3.Kepo = Stadium Akhir
Nah, inilah jenis Kepo yang paling parah, karena orang yang terjangkit Kepo Stadium Akhir akan melakukan apa saja untuk mengetahui apapun yang ingin dia tau. Apapun yang dilakukan orang lain, dia selalu mau tau, dan kalaupun nggak ada yang ngasih tau dia bakal cari kemanapun, ke Twitter, Facebook, Google, Sekolah, Kampus, Kostan, sampai kamar mandi sekalipun dijelajahinya. Kepo Stadium Akhir bekerja pada siapapun yang ingin tau semua urusan yang bukan urusan dia, sampai orang yang dia nggak kenal sekalipun.
Sepertinya, lebih menarik lagi meembagi kebeberapa detail lagi tentang Kepo Stadium Akhir,
  1. Kepo sama orang yang memusuhi dia.
  2. Kepo sama orang yang disuka.
  3. Kepo sama orang yang nggak ada urusan sama sekali.
Dari ketiga jenis di atas, yang paling parah adalah yang ketiga, karena di jenis ini orang akan sangat senang cari tahu segala jenis permasalahan orang lain entah dia kenal atau tidak dan bahkan dengan senang mentertawakannya.

Monday 5 November 2012

ASAS KEBANGKITAN DUNIA ISLAM

Asas Kebangkitan Dunia Islam

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

KATA PENGANTAR
Tulisan dibawah ini merupakan jawaban dari pertanyaan pernah yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah di majalah Al-Ashalah, edisi 11, tgl. 15 Dzulhijjah 1414 H, dan pernah dimuat di majalah As-Sunnah edisi 13/II/1416 H. Kami mengangkatnya kembali di ML assunnah karena berhubungan dengan ilmu, tentunya dengan ijin dari penerjemah.
ASAS KEBANGKITAN DUNIA ISLAM
Bentuk pertanyaan yang dilontarkan adalah sbb :
Pertanyaan.
Asas-asas apakah yang dapat menyebabkan Dunia Islam bangkit kembali .?
Jawab.
Yang saya yakini ialah apa yang terdapat dalam hadits shahih. Ia merupakan jawaban tegas terhadap pertanyaan semacam itu, yang mungkin di lontarkan pada masa sekarang ini. Hadits itu adalah sabda Rasulullah SAW.
Artinya :
"Apabila kamu melakukan jual beli dengan sistem 'iinah (seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan pembayaran di belakang, tetapi sebelum si pembeli membayarnya si penjual telah membelinya kembali dengan harga murah -red), menjadikan dirimu berada di belakang ekor sapi, ridha dengan cocok tanam dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menjadikan kamu dikuasai oleh kehinaan, Allah tidak akan mencabut kehinaan itu dari dirimu sebelum kamu rujuk (kembali) kepada dien kamu". (Hadist Shahih riwayat Abu Dawud).
Jadi asasnya ialah RUJUK (kembali) kepada ISLAM.
Persoalan ini, telah diisyaratkan oleh Imam Malik rahimahullah dalam sebuah kalimat ma'tsur yang ditulis dengan tinta emas : "Barangsiapa mengada-adakan bid'ah di dalam Islam kemudian menganggap bid'ah itu baik, berarti ia telah menganggap Muhammad SAW menghianati risalah". Bacalah firman Allah Tabaraka wa Ta'ala.
Artinya :
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnakan buatmu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu". (Al-Maaidah : 3).
"Oleh karenanya apa yang hari itu bukan agama, maka hari ini-pun bukan agama, dan tidaklah akan baik umat akhir ini melainkan dengan apa yang telah baik pada awal umat ini".
Kalimat terakhir (Imam Malik) di atas itulah yang berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan ini, yaitu pernyataannya :
"Dan tidaklah akan baik umat akhir ini melainkan dengan apa yang telah baik pada awal umat ini".
Oleh sebab itu, sebagaimana halnya orang Arab Jahiliyah dahulu tidak menjadi baik keadaannya kecuali setelah datangnya Nabi mereka, Muhammad SAW dengan membawa wahyu dari langit, yang telah menyebabkan kehidupan mereka di dunia berbahagia dan selamat dalam kehidupan akhirat. Demikian pula seyogyanya asas yang mesti dijadikan pijakan bagi kehidupan Islami nan membahagiakan di masa kini, yakni tiada lain hanyalah RUJUK (kembali) kepada Al-Kitab was Sunnah.
Hanya saja, masalahnya memerlukan sedikit penjelasan, sebab betapa banyak jama'ah serta golongan-golongan di "lapangan" mengaku bahwa mereka telah meletakkan sebuah manhaj yang memungkinkan dengannya terwujud masyarakat Islam dan terwujud pelaksanaan hukum berdasarkan Islam.
Sementara itu kita mengetahui dari Al-Kitab dan Sunnah Rasulullah SAW, bahwa jalan bagi terwujudnya itu semua hanya ada satu jalan, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam firmannya.
"Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya". (Al-An'am : 153).
Dan sungguh Rasulullah SAW, telah menjelaskan makna ayat ini kepada para shahabatnya. Beliau pada suatu hari menggambarkan kepada para shahabat sebuah garis lurus di atas tanah, disusul dengan menggambar garis-garis pendek yang banyak di sisi-sisi garis lurus tadi.
Kemudian beliau SAW membacakan ayat di atas ketika menudingkan jari tangannya yang mulia ke atas garis yang lurus dan kemudian menunjuk garis-garis yang terdapat pada sisi-sisinya, beliau bersabda:
"Ini adalah jalan Allah, sedangkan jalan-jalan ini, pada setiap muara jalan-jalan tersebut ada syaithan yang menyeru kepadanya".
(Shahih sebagaimana terdapat di dalam "Zhilalul Jannah fi takhrij As-Sunnah : 16-17).
Allah 'Azza wa Jalla-pun menguatkan ayat beserta penjelasannya dari Rasulullah SAW dalam hadits di atas, dengan ayat lain, yaitu firman-Nya.
"Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas petunjuk (kebenaran) baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-seburuk tempat kembali". (An-Nisaa : 115)
Dalam ayat ini terdapat sebuah hikmah yang tegas, yakni bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengikatkan "jalannya orang-orang mukmin" kepada apa yang telah di bawa oleh Rasulullah SAW. Hal inilah yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits iftiraq (perpecahan) ketika beliau ditanya tentang Al-Firqah An Najiyah (golongan yang selamat), saat itu beliau menjawab :
"(Yaitu) apa yang aku dan shahabatku hari ini ada di atasnya"
(lihat As-Silsilah Ash-Shahihah : 203)
Apakah gerangan hikmah yang di maksud ketika Allah menyebutkan "Jalannya orang-orang mukmin (Sabiilul mukminin)" dalam ayat tersebut.? Dan apakah kiranya hal yang dimaksud ketika Rasulullah SAW mengikatkan para shahabatnya kepada diri beliau sendiri dalam hadits di muka .? Jawabannya, bahwa para shahabat radliyallahu anhum itu adalah orang-orang yang telah menerima pelajaran dua wahyu (Al-Qur'an dan As-Sunnah) langsung dari Rasulullah SAW, beliau telah menjelaskannya langsung kepada mereka tanpa perantara, tidak sebagaimana keadaan orang-orang yang sesudahnya.
Tentu saja hasilnya adalah seperti yang pernah dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya :
"Sesungguhnya orang yang hadir akan dapat melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang yang tidak hadir"
(Lihat Shahih Al-Jami' : 1641).
Oleh sebab itulah, iman para shahabat terdahulu lebih kuat daripada orang-orang yang datang sesudahnya. Ini pula telah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits mutawatir :
"Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya, kemudian orang-orang yang sesudahnya lagi". (Muttafaq 'alaihi).
Berdasarkan hal ini, seorang muslim tidak bisa berdiri sendiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah, tetapi ia harus meminta bantuan dalam memahami keduanya dengan kembali kepada para shahabat Nabi yang Mulia, orang-orang yang telah menerima pelajaran tentang keduanya langsung dari Rasulullah SAW yang terkadang menjelaskannya dengan perkataan, terkadang dengan perbuatan dan terkadang dengan taqrir (persetujuan) beliau.
Jika demikian, adalah mendesak sekali dalam "mengajak orang kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah" untuk menambahkan prinsip "berjalan di atas apa yang ditempuh oleh AS-SALAFU AS-SHALIH" dalam rangka mengamalkan ayat-ayat serta hadits-hadits yang telah disebutkan di muka, manakala Allah menyebutkan "Jalannya orang-orang mukmin (sabilul mu'minin)", dan menyebutkan Nabi-Nya yang mulia serta para shahabatnya dengan maksud supaya memahami Al-Kitab was Sunnah sesuai dengan apa yang dipahami oleh KAUM SALAF generasi pertama dari kalangan shahabat radliyallahu anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka secara ihsan.
Kemudian, dalam hal ini ada satu persoalan yang teramat penting namun dilupakan oleh banyak kalangan jama'ah serta hizb-hizb Islam. Persoalan itu ialah : "Jalan mana gerangan yang dapat digunakan untuk mengetahui apa yang ditempuh oleh para shahabat dalam memahami dan melaksanakan sunnah ini ..?".
Jawabannya : "Tiada jalan lain untuk menuju pemahaman itu kecuali harus RUJUK (kembali) kepada Ilmu Hadits, Ilmu Mushtalah Hadits, Ilmu Al-jarh wa At-Ta'dil dan mengamalkan kaidah-kaidah serta musthalah-musthalah-nya tersebut, sehingga para ulama dapat dengan mantap mengetahui mana yang shahih dari Nabi SAW dan mana yang tidak shahih".
Sebagai penutup jawaban, kami bisa mengatakan dengan bahasa yang lebih jelas kepada kaum muslimin yang betul-betul ingin kembali mendapatkan 'IZZAH (kehormatan), kejayaan dan hukum bagi Islam, yaitu anda harus bisa merealisasikan dua perkara :
Pertama :Anda harus mengembalikan syari'at Islam ke dalam benak-benak kaum muslimin dalam keadaan bersih dari segenap unsur yang menyusup ke dalamnya, apa yang sebenarnya bukan berasal daripadanya, ketika Allah Tabaraka wa Ta'ala menurunkan firmannya :
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnakan ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu" (Al-Maaidah : 3).
Mengembalikan persoalan hari ini menjadi seperti persoalan zaman pertama dahulu, membutuhkan perjuangan ekstra keras dari para ulama kaum muslimin di pelbagai penjuru dunia.
Kedua:Kerja keras yang terus menerus tanpa henti ini harus dibarengi dengan ilmu yang telah terbersihkan itu.
Pada hari kaum muslimin telah kembali memahami dien mereka sebagaimana yang dipahami para shahabat Rasulullah SAW, kemudian melaksanakan pengamalan ajaran Islam yang telah terbersihkan ini secara benar dalam semua segi kehidupan, maka pada hari itulah kaum mu'minin dapat bergembira merasakan kemenangan yang datangnya dari Allah.
Inilah yang bisa saya katakan dalam ketergesa-gesaan ini, dengan memohon kepada Allah agar Dia memberikan pemahaman Islam secara benar kepada kita dan seluruh kaum muslimin, sesuai dengan tuntunan kitab-Nya dan Sunnah Rasulullah SAW yang shahih sebagaimana yang telah ditempuh oleh SALAFUNA ASH-SHALIH.
Kita memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kita supaya dapat mengamalkan yang demikian itu, sesungguhnya Dia SAMI' (Maha Mendengar) lagi MUJIB (Maha Mengabulkan Do'a).