BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagai
alat komunikasi bahasa adalah suatu system yang bersifat sistematis dan
sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahasa itu bukan suatu
system tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu, subsistem
fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem semantic.
2.
Permasalahan
Adapun
permasalahan yang akan kami bahas pada makalah ini antara lain :
a.
Tatabahasa
Transformasi
b.
Tatabahasa
Semantic Generatif
c.
Tatabahasa Kasus
d.
Tatabahasa
Relasional
3.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penyususnan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk memahami
Tatabahasa Transformasi
b.
Untuk memahami
Tatabahasa Semantic Generatif
c.
Untuk memahami
Kasus
d.
Untuk memahami
Relasional
BAB II
LINGUISTIC TRANSFORMASIONAL
Devinisi
Linguistic Transformasional
Linguitik
merupakan ilmu yang bersifat dinamis, berkembang terus sesuai dengan filsafat
ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran yang hakiki. Begitulah,
linguistic structural lahir karena tidak puas dengan pendekatan dan prosedur
yang digunakan linguistic tradisional dalam menganalisis bahasa. Sekian puluh
tahun linguistic structural digandrungi sebagai satu-satunya aliran yang pantas
diikuti dalam menganalisis bahasa, walau modal structural itu tidak hanya satu
macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model structural juga banyak
kelemahannya, sehingga orang mencoba untuk mevariasi model tersebut, sehingga
lahilah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaannya, dengan
model structural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistic
Transformasional yang mempunyai pendekatan dengan cara yang berbeda dengan cara
yang berbeda dengan linguistic structural. Namun, kemudian model transformasi
ini pun dirasakan orangt banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain
yang dianggap lebih baik, misalnya model semantic generative, model tatabahasa
kasus, model tatabahasa relasional, dan model tatabahasa stratifikasi.
1.
Tatabahasa
Transformasi
Menurut
Noam Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun
tatabahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dikatakan sebagai kumpulan
kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, kalau
begitu, tugas tatabahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti
dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas. Setiap tatabahasa dari suatu
bahasa , menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan
tatabahasa itu harus memenuhi dua syarat
sebagai berikut :
a.
Kalimat yang
dihasilkan oleh tatabahasa itu harus dapat bisa diterima oleh pemakai bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b.
Tatabahasa
tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilahyang
digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja , dan semuanya
iini harus sejajar dengan teori linguistic tertentu.
Sejalan
dengan konsep language dan parole dari de Sausure, maka Chomsky membedakan
adanya kemampuan (Competence) dan perbuatan berbahasa (Performance). Kemampuan
adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya, sedanglan
perbuatan bahasa adalah pemakai bahasa itu sendiri dalam keadaan yang
sebenarnya. Dalam tatabahasa generative ini, maka yang menjadi objeknya adalah
kemampuan ini, meskipun perbuatan berbahasa juga penting; dan yang perlu menarik
bagi seorang peneliti bahasa adalah system kaidah yang dipakai si pembicara
untuk membiat kalimat yang diucapkannya. Jadi, tatabahasa bharus mampu
menggambarkan kemampuan si pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak
terbatas jumlahnya, yang sebagian besar belum pernah didengarnya. Pada dasarnya
setiap kita mengucapkan satu kalimat, kita telah membuat kalimat baru, yang
berbeda dari sekian banyak kalimat yang pernah kita ucapkan atau tuliskan.
Kemampuan seperti ini, yakni, mampu membuat kalimat-kalimat baru disebut “Aspek
Kreatif Berbahasa”. Dengan kata lain, menurut aliran ini, sebuah tatabahasa
hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tetentu jumlahnya, tetapi dapat
menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Sebagai contoh seseorang
yang telah menguasai perkalian 0 – 9 tentu akan mampu mengalikan perkalian itu
walaupun angka perkaliannya lebih dari satu. Kemampuan untuk mendapatkan
jawaban yang benar bukanlah karena dia telah pernah melihat atau melakukan
perkalian tersebut, tetapikarena kaidah perkalian 0 – 9 yang telah dikuasainya.
Lahirnya
tatabahasa transformasio bersamaan dengan terbitnya buku “Syntactic Structure “
pada tahub 1957. Teori yang dikemukakan dalam buku tersebut sering disebut
dengan nama”Tatabahasatransformasi Klasik”. Lebih jauh, Chomsky menjelaskan
tiga komponen tatabahasa, komponen sintaksis, komponen semantic, dan komponen
fonologis, yang ketiganya memiliki hubungan satu sama lainnya. Yaitu hubungan input pada komponen semantic
adalah output dari subkomponen fonologis merupakan output dari subkomponen
sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Kompone sintalsis merupakan
“sentral” dari tatabahasa karena komponen inilah yang menentukan arti kalimat
dan komponen ini pula yang menggambarkan aspek kreatifitas bahasa.
Komponen
semantic memberikan Interprestasi semantic pada deretan unsur yang dihasilkan
oleh subkomponen dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentuka oleh kalimat
ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau
cirri semantic yang membentuk morfem itu. Umpamanya, kalau kata “ayah” dan
“ibu” kita bandingkan dengan kata “pensil” dan “kursi”, maka dapat kita lihat
kata ayah dan ibu mempunyai ciri sematik/+makhluk/sedangkan kata pensil dan
kursi tidak memiliki cirri itu, atau lazim sering disebut memiliki cirri
semantic /-makhluk /. Oleh karena itu, kita dapat menerima kalimat
“
Ayah suka merokok” atau “ibu suka belanja di pasar” dan menolak kalimat
“pensil
suka merokok” atau “kursi suka belanja di pasar”
Komponen
fonologi memberikan interprestasi fonologi pada deretan unsure yang dihasilkan
oleh kaidah trnsformasi. Dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur tadu
dapat diucapkan
Tidak
sama dengan tatabahasa strukturalis yang berusaha mendeskripsikan cirri-ciri
bahasa tertentu, maka tatabahasa transformasi (dan bersama tatabahasa
tradisional), berusaha mendiskripsikan cirri-ciri kesemestaan bahasa.
2.
Tatabahasa
Semantic Generatif
Beberapa
murid Chomsky yang diantaranya adalah Postal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky,
mendirikan aliran sendiri yang kemudian disebut aliran semantic generative.
Pendapat mereka berbeda dengan guru mereka. Semantic mempunyai eksistensi yang
lain dari sintaksis, dan bahwa struktur batin tidak sama dengan struktur
sintaksis. Menurut teori generatif semantic, struktur semantic dan struktur
sintaksis besifat homogeny, dan untuk menghubungkan kedua struktur ini cukup
hanya dengan kaidah transformasi saja. Tidak perlu dengan kaidah lain, yakni,
kaidah sintaksis dasar, kaidah proyeksi, dan kaidah fonologi, seperti yang
diajarkan Chomsky. Menurut semantic generative, sudah seharusnya semantic dan
sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur
semantic itu serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak berkala antara
predikat dengan seperangkat argument dalam suatu preposisi.
Menurut
teori semantic generative, argumentasi adalah segala sesuatu yang dibicarakan :
sedangkan predikat itu semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat,
keanggotaan, dan sebagainya. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini
berusaha mengabstraksikan predikatnya dan menentukan argument-argumennya. Dalam
mengabstraksikan predikat, teori berusaha untuk menguraikannyalebih jauh sampai
diperoleh predikat yang tidak dapat diuraikan lagi, yang disebut predikat inti
(Atimic Predicate). Sebagai contoh kata “membunuh” yang menyebabkan (X) menjadi
mati (Y).
3.
Tatabahasa Kasus
Tatabahasa
kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore
dalam karangannya yang berjudul “The Case for Case” pada thun 1968 yang dimuat
dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal ini Linguistic Theory, terbitan Holt
Rinehart and Winston.
Dalam
karangannya yang terbit pada tahun 1968, Fillmore membagi kaliamat atas : (1)
modalitas, yang bias berupa unsure negasi, kala, aspek, dan adverbial; dan (2)
preposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Yang
dimaksud kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba
di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argument dalam teori
semantic generative. Hanya argument dalam teori ini diberi label kasus.
Dalam
teori ini Fillmore tidak membatasi jumlah ksus, tetapi dalam versi 1971
dibatasi atas kasus agent, experience, object, means, source, goal, dan
referential. Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku perbuatan yang melakukan
suatu perbuatann seperti makan, menendang, atau membawa. Yang dimaksud dengan
experience adalah yang mengalami peristiwa psikologis, seperti saya, atau dia,
dalam kalimat “saya tahu” dan “dia merasa takut”. Object adalah sesuatu yang
dokenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses seperti bola, atau rumah
dalam kalimat “Dika menendang bola” atau “Pak Lurah membangun rumah”. Yang
dimaksud dengan source adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah, seperti
Bandung dalam kalimat “kemarin paman pulang dari Bandung”. Goal adalah keadaan,
tempat atau waktu yang kemudian seperti guru dalam kalimat “Ibu Sari ternyata
seorang guru”. Sedangkan referensial adalah acuan seperti husin dalam kalimat
“Husin temanku”.
Sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya persamaan antara teori semantic generatif
dengan teori kasus, yaitu sama-sama menumpukan teorinya pada predikat atau
verba.
4.
Tatabahasa
Relasional
Tatabahasa
relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi tantangan langsung terhadap
beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori-teori sintaksis yang
dicanangkan oleh aliran tatabahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara
lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.
Sama
halnya dengan tatabahasa transformasi, tatabahasa relasional juga berusaha
mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini Tatabahasa Relasional (TR)
banyak menyerang Tatabahasa Transformasi (TT), karena dianggap tida dapat
diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa inggris.
Sebagai
contoh “saya diberi buku itu oleh Ali”. Jika dianalisis daris segi tatabahasa
tarnsformasi, bentuk kalimat tersebut merupakan hasil dari macam transformasi
yang dilakukan sercara berurutan, yaitu, transformasi datif, lalu transformasi
pasif. Jadi keseluruhannya ada tiga bentuk atau kontruksi yang terlibat, yaitu,
(a) kontruksi kalimat inti, (b) kontruksi kalimat hasil transformasi datif, (c)
kalimat hasil transformasi pasif dari kontruksi datif. Menurut analisis
tatabahasa relasional kalimat di atas juga mempunyai tiga tataran structural
yang urut-urutannya juga sama dengan menurut teori tatabahasa transformasi di
atas yaitu kalimat :
-
Ali memberi buku
itu kepada saya
-
Ali member saya
buku itu
-
Saya diberikan
buku itu oleh Ali
Teori
ini bukanlah teori terakhir dalam perkembangan linguistic, masih banyak lagi
teori-teori lain yang dekemukakan oelh para ahli lain dalam bidangnya.
BAB
III
Simpulan
Dunia ilmu, termasuk linguistic,
bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang
dinamis; berkembang terus. Sekian puluh tahun linguistic structural digandrungi
sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa,
walau modal structural itu tidak tidak hany satu macam. Kemudian orang pun
merasa bahwa model structural juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba
untuk mevariasi model tersebut, sehingga lahilah aliran lain yang agak berbeda,
meski masih banyak persamaannya, dengan model structural smula. Perubahan total
terjadi dengan lahirnya linguistic Transformasional yang mempunyai pendekatan
dengan cara yang berbeda dengan cara yang berbeda dengan linguistic structural.
Namun, kemudian model transformasi ini pun dirasakan orangt banyak
kelemahannya, sehingga orang membuat model lain yang dianggap lebih baik,
misalnya model semantic generative, model tatabahasa kasus, moel tatabahasa
relasional, dan model tatabahasa stratifikasi.
1.
Tatabahasa
Transformasi
Menurut Noam Chomsky salah satu
tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tatabahasa dari bahasa
tersebut. Bahasa dapat dikatakan sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari
deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, kalau begitu, tugas tatabahasa
haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah
yang tepat dan jelas.
2.
Tatabahasa
Generatif Semantik
Menurut teori generatif semantic,
struktur semantic dan struktur sintaksis besifat homogeny, dan untuk
menghubungkan kedua struktur ini cukup hanya dengan kaidah transformasi saja.
Tidak perlu dengan kaidah lain, yakni, kaidah sintaksis dasar, kaidah proyeksi,
dan kaidah fonologi, seperti yang diajarkan Chomsky.
3.
Tatabahasa Kasus
Yang dimaksud kasus dalam teori ini
adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba di sini sama dengan predikat,
sedangkan nomina sama dengan argument dalam teori semantic generative. Hanya
argument dalam teori ini diberi label kasus.
4.
Tatabahasa
Relasional
Sama halnya dengan tatabahasa
transformasi, tatabahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan
bahasa. Dalam hal ini Tatabahasa Relasional (TR) banyak menyerang Tatabahasa
Transformasi (TT), karena dianggap tida dapat diterapkan pada bahasa-bahasa
lain selain bahasa inggris.
Saran
Bahasa menunjukkan bangsa karena
bahasa menunjukkan kepribadian. Dalam berkomunikasi berbicaralah dengan
menggunakan diksi yang baik dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi saat
belangsungnya komunikasi. Menghargai apa yang disampaikan orang lain adalah
mutlak dibutuhkan dalam bekomunikasi dengan baik.
Daftar
Pustaka
Ramlan,
M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesi: Sintaksis. Yogyakarta: UI karyono
Chaer,
abdul. 2007. Linguistik Umum:Jakarta. Rineka Cipta
No comments:
Post a Comment