Humor memiliki peranan yang cukup sentral dalam kehidupan manusia. Humor
tidak semata-mata sebagai hiburan untuk melepaskan beban psikologis penikmatnya
tetapi juga sebagai wahana kritik sosial terhadap segala bentuk ketimpangan
yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan bentuk yang unik
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat diungkap dengan bahasa
yang humoris dan berkesan santai serta menggelitik pembaca ataupun pendengar.
Dalam humor dibutuhkan kecerdasan kedua belah pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur. Penutur harus bisa menempatkan humornya pada saat yang tepat,
sebab bila saatnya tidak tepat bisa jadi humor tersebut tidak saja tidak lucu
namun juga bisa menyakiti pihak lain. Lawan tutur harus bisa bersikap dewasa
dalam menanggapi sebuah humor sebab bagaimanapun ‘tajam’nya kritikan dalam
sebuah humor, tetaplah humor.
Secara umum humor ialah segala rangsangan mental yang menyebabkan orang
tertawa. Cerita penghibur hati pada umumnya mengisahkan kejenakaan atau
kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan keberuntungan tokoh
utama. Kadang-kadang tokoh utama sangat bodoh dan tidak dapat menangkap maksud
orang lain sehingga menimbulkan kesalahpahaman (Ozkafaci, 2001:2).
Tokoh humor yang terkenal, yaitu Nasruddin Hoja, adalah orang yang sangat
lucu, cerdik, dan selalu punya cara untuk menjawab semua persoalan. Bahkan kini
kira-kira 600 tahun setelah ia meninggal, kita masih menertawakan dan mengingat
trik-triknya, pikiran sehatnya, olok-oloknya, anekdotnya, kebijaksanaan, dan
kejujurannya. Kisah-kisah Nasruddin menggambarkan dirinya sebagai sosok yang
multikarakter dan seakan tak berzaman. Setiap orang di setiap zaman bisa
mengidentifikasi Nasruddin untuk kemudian tertawa lebar atau tersenyum simpul
ketika menyimak kisah-kisahnya.
Sampai sekarang kisah-kisah Nasruddin itu telah dibukukan dan setiap orang
bisa membaca dan menikmati cerita humornya. Seperti, 360 Cerita Jenaka
Nasruddin Hoja (CJNH)” karya Irwan Winardi, Surat ke Baghdad Nasruddin
Hoja (SBNH): Parodi Sufi yang disusun oleh Mohammad Yasin Owadally dan
diterjemahkan oleh Kustadi Suhandang, Hikmah Jenaka ala Nasruddin Hoja
(HJNH), dan Tawa Membawa Hikmah Bersama Nasruddin Hoja (TMHBNH) yang
keduanya disusun oleh Dwi Bagus M.B.
Di dalam kisah humor Nasruddin, setiap orang dan kebiasaan masyarakat telah
dikritik dan ditegurnya secara arif dan agamis. Tidak terkecuali, sindirannya
ditujukan terhadap negara, agama, budaya atau adat kebiasaan. Semua lelucon,
jiwa, dan kekurangan masyarakat yang diterima darinya menjadi bahan tawa banyak
orang. Memang yang paling mencuat pertama kali ketika mendengar atau membaca
kisah-kisah Nasruddin adalah kejenakaan yang mengundang tawa. Tokoh ini seakan
tak pernah dirundung duka. Dia melihat unsur manusia dalam setiap aspek
kehidupan sehari-hari dan menggunakan akalnya untuk membuat setiap orang sadar
akan sisi lain dari realitas. Karena itu, leluconnya tetap hidup sampai kini.
Bisa dilihat dalam sebuah cerita Nasruddin ketika ia berkunjung ke rumah
seorang pejabat untuk mencari dana buat pembangunan masjid. Si pejabat yang
saat itu sedang duduk di ambang jendela lantai atas segera menyelinap ke dalam
setelah mengetahui kedatangan Nasruddin. Hal itu sempat terlihat oleh
Nasruddin. “Bilang sama Tuanmu, Mullah Nasruddin datang minta sumbangan,”
kata Nasruddin kepada penjaga pintu gerbang. Si penjaga masuk kemudian keluar
lagi. “Wah, Tuanku baru keluar, sayang sekali beliau tidak bisa menerimamu
saat ini,” katanya. Nasruddin yang ketika itu sedikit kecewa, menanggapi
perkataan penjaga dengan tenang, “Baiklah, tetapi katakan pada Tuanmu, agar
lain kali kalau keluar rumah jangan biarkan wajahnya tertinggal di jendela
atas. Bisa-bisa dicuri orang.”
Di balik lelucon-leluconnya watak Nasruddin akan terpancar, kejenakaan
dalam kisah-kisah Nasruddin hanyalah makna artifisial yang mudah diserap semua
orang. Hal lebih esensial yang bisa diselami dari kisah-kisah Nasruddin adalah
ungkapan-ungkapan moral yang menggelitik kesadaran kita dan mendorong arus
kesadaran kita untuk mendapatkan pencerahan (enlightenment) yang lebih
bermakna
![]() |
No comments:
Post a Comment