BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Drama tergolong jenis karya sastra disamping
puisi dan prosa. Karya drama diciptakan pengarang berdasarkan pikiran atau
imajinasi, perasaan dan pengalaman hidupnya. Drama sebagai karya sastra
merupakan objek yang terikat pada pengarang, realitas, dan penikmat.
Kata drama berasal dari bahasa Yunani yang
berarti action dalam bahasa Inggris, dan ‘gerak’ dalam bahasa Indonesia.
Jadi secara mudah drama dapat kita artikan sebagai bentuk seni yang berusaha
mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau action dan
percakapan serta dialog.
Drama yang termasuk dalam karya sastra adalah
naskah ceritanya. Sebagai karya sastra, drama memiliki keunikan tersendiri. Dia
diciptakan tidak untuk dibaca saja, namun jug harus memiliki kemungkinan untuk
dipentaskan. Karya drama sebagai karya sastra dapat berupa rekaman dari
perjalanan hidup pengarang yang menciptakannya. Pengarang dapat diilhami
pengarang lain, disamping masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Karya drama
merupakan tempat kita masuk ke dalam penyatuan secara spiritual dan humanistic
dengan pikiran dan kepercayaan pengarang seperti yang diungkap Selden, dalam
Sudjarwadi (2005).
Karya drama merupakan karya humaniora. Karya
drama merupakan objek manusia, faktor kemanusiaan atau fakta kultural, sebab
merupakan hasil ciptaan manusia. Fakta drama merupakan fakta budaya. Pengalaman
pribadi di dalam drama dapat dikatakan benar sebagai dasar sastra yang nyata.
Seorang penulis drama memang tidak sebebas penulis karya sastra yang lain,
karena dalam menulis drama pengarang harus memikirkan kemungkinan- kemungkinan
agar drama itu dapat di pentaskan.
Oleh karena itu, untuk memahami suatu naskah
drama seseorang harus mengetahui unsur-unsur intrinsik adan ekstrinsik naskah
drama. Dalam makalah ini, mengambil contoh naskah drama yang berjudul “Bapak”
karya B. Soetarto Penulis akan membahas perihal unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik naskah tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
I.2.1 Bagaimana
unsur-unsur intrinsik pada naskah drama “Bapak”?
I.2.2 Bagaimana
unsur ekstrinsik pada naskah drama “Bapak”?
I.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
I.3.1 Mengetahui unsur-unsur intrinsik pada
naskah drama “Bapak”.
I.3.2 Mengetahui unsur ekstrinsik pada naskah
drama “Bapak”.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan diuraikan analisis
mengenai unsur-unsur intrinsik naskah drama “Bapak” karya B. Soenarto.
Unsur-unsur intrinsik yang akan dibahas yaitu: 1) judul; 2) tema; 3) plot atau
alur ; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7) latar..
Namun sebelum itu, akan diuraikan sinopsis naskah drama “Bapak”.
2.1 Sinopsis drama “BAPAK” karya B. Soenarto
Drama ini berlatar Kota Yogyakarta tahun 1949.
Tokoh Bapak (51 tahun) adalah orang tua tunggal dari tokoh Si Sulung dan Si
Bungsu. Drama ini diawali dengan tokoh Bapak yang terkejut oleh kedatangan Si
sulung yang telah lama merantau. Situasi Republik saat itu sangat kacau karena
tentara kolonial melancarkan agresi militer kedua. Si Sulung memohon Bapak
untuk ikut serta dirinya mengungsi ke luar negeri. Akan tetapi Bapak menolak
lantaran dalam dirinya timbul tanggung jawab untuk mempertahankan kemerdekaan
tanah air dari tangan penjajah. Selain itu, Bapak juga beralasan, dengan hidup
di luar negeri, itu sama artinya dengan tunduk pada penjajah. Ketegangan terus
terjadi antara keduanya. Saat Bapak mendengar suara radio pemancar di k amar Si
Sulung. Bapak segera mencari tahu ke kamar Si Sulung. Pada saat yang sama, Si
Bungsu sedang kedatangan tamu, yaitu Perwira yang merupakan tunangan Si Bungsu.
Mereka berdua terkejut mendengar bunyi ledakan pistol dari ruang dalam.
Seketika Bapak keluar kamar dan menjelaskan pada Si Bungsu dan Perwira bahwa
dirinya telah menembak Si Sulung. Bapak melakukan hal itu karena mengetahui Si
Sulung adalah mata-mata tentara kolonial. Walaupun Bapak sungguh kecewa pada Si
Sulung, namun demi menyelamatkan Negara, Bapak membunuh putra yang amat
disayanginya itu. Akhir drama ditutup dengan keputusan Bapak untuk tetap
tinggal di rumah untuk melawan musuh. Sementara itu Bapak meminta Si Bungsu dan
Perwira untuk pergi dari tempat itu.
2.2 Judul
Drama ini diberi judul oleh pengarang dengan
kata “Bapak”. Sebab seperti yang dijelaskan Sugiarta dalam Soedjarwadi (2004),
judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu
tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita
untuk menarik perhatian. Kata ‘’Bapak” menunjukkan tentang adanya kesesuaian
judul dengan tokoh utama, serta objek yang dikemukakan dalam drama keseluruhan.
Kata ‘Bapak” dapat diartikan sebagai pelindung dan penanggung jawab serta
pemimpin dalam rumah tangga.
2.3 Tema
Setiap karya sastra tentu mengandung tema. Tema
menjadi dasar pengembangan cerita dan merupakan makna keseluruhan yang tidak
disampaikan langsung, namun secara implisit. Selain itu, tema mengikat
pengembangan cerita atau sebaliknya (Nurgiyantoro, 1995).
Berikut ini dikemukakan analisis kajian tema,
baik tema mayor ataupun tema minor pada naskah drama”Bapak”. Tema mayor drama ini
diambil dari tokoh Bapak yang mengalami konflik dengan Si Sulung.
Sulung :
Menyesal ya Bapak, rupanya kita berbeda kutub dalam tafsir makna.
Bapak : Namun kau nak, kau wajib untuk
merenungkannya. Sebab aku yakin kau akan mampu menemukan titik simpul kebenaran
ucapanku itu. (Lima Drama,1985:107)
Bapak : Kita sedang dalam keadaan
darurat-perang, nak. Dan dalam keadaan begini bagi seorang
prajurit, kepentingan negara ada di atas segalanya.(Lima Drama,1985:104)
Bapak :
Sesungguhnyalah nak, lebih karena itu.
Sulung :
Oo ya?!? Apa itu ya Bapak?
Bapak : Kemerdekaan.
Sulung :
Kemerdekaan!?! Kemerdekaan siapa!?
Bapak Bangsa
dan bumi pusaka. (Si Sulung ketawa) (Lima Drama,1985:105)
Bapak : Tidak anakku! Kemerdekaan tidak
ditentukan oleh semua itu. Kemerdekaan adalah soal harga diri dan kebagsaan. Ia
ditentukan oleh kenyataan, apakah suatu bangsa menjadi yang dipertuan mutlak
atas bumi pusakanya sendiri atau tidak. (Lima Drama,1985:107)
Bapak : pembangkanganku dulu, sekarang dan
besok bukanlah karena sentimen, tetapi karena keyakinan. Ya, keyakinan bahwa
mereka adalah penjajah. Keyakinan membangkang penjajah adalah tindakan mulia.
Untuk itu aku rela menderita dan korbankan segalanya, nak. (Lima
Drama,1985:108-109)
Dari banyaknya dialog antara Bapak dengan
Sulung di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Bapak ingin mempertahankan
kemerdekaan bangsa walaupun Sulung menolak dan menertawakannya. Dengan demikian
tema mayor drama ini adalah seorang patriot tentu memperjuangkan kemerdekaan bangsanya
walaupun harus mengorbankan segalanya. Dan tema minor drama ini ialah seorang
anak yang tidak mau membantu ayahnya memperjuangkan bangsa lantaran pemikiran
yang berbeda.
2.4 Plot atau Alur
Plot atau alur dalam drama dibagi dalam babak
dan adegan. Babak dan adegan inilah yang membedakan drama dengan karya sastra
lainnya. Drama ini berjalan maju. Dalam naskah drama”Bapak” ini, meskipun pada
bawah judul tertera lakon dua babak, namun jika dianalisis lebih dalam, seluruh
kejadian berlangsung pada satu tempat dan satu waktu. Sedangkan adegan pada
drama ini, berlatar ruang tamu sebuah keluarga, awalnya diisi dengan Bapak yang
berbicara sendiri mengenai putranya yang baru datang merantau, adegan kedua
diisi dengan munculnya Bungsu yang menemani Bapak mengobrol. Adegan selanjutnya
Sulung datang dan mulai beradu mulut dengan Bapak. Kemudian Bungsu pergi ke
luar. Setelah adu mulut itu, Sulung pergi ke kamarnya, Bapak membuntuti karena
curiga mendengar suara radio pemancar. Adegan selanjutnya Bungsu kembali ke ruang
tamu karena Perwira datang. Kemudian mereka terkejut dengan suara tembakan.
Adegan selanjutnya Bapak muncul dengan pistol dan map-map tebal di tangannya.
Perwira pergi ke kamar Sulung dan mendapati Sulung mati. Perwira kembali ke
ruang tamu membawa bukti-bukti penghianatan Sulung. Bapak sangat kecewa dan
Bungsu menangis. Bapak meminta Perwira membawa pergi Bungsu sedangkan Bapak
tetap di rumah dengan perasaan bangga sekaligus kecewa.
2.5 Tokoh cerita dan perwatakan
Tokoh cerita dan perwatakan merupakan unsur
intrinsik yang sangat penting. Selanjutnya dilakukan analisis dalam naskah
drama “Bapak”. Dalam drama ini, Bapak menjadi dapat disebut sebagai tokoh
utama, melihat keterkaitannya dengan lain yang sangat banyak, mulai awal hingga
akhir adegan.
Sulung :
Menyesal ya Bapak, rupanya kita berbeda kutub dalam tafsir makna.
Bapak : Nak, kaupun tahu aku tidak
pernah memaksakan kehendakku pada anak-anakku. Bila ada anakku yang yakin masa
depannya ada di daerah pendudukan, akan lebih membahagiakan hidupnya, silahkan
pergi. Begitulah bila adikmu mantap untuk mengungsi kesana, silahkan pergi
bersamamu. Tapi adikmu dibesarkan dalam alam kemerdekaan, jadi dia tentulah
dapat menilai arti kemerdekaan…. Dan kurasa bukanlah soal pernikahannya dengan
TNI yang menjadi dasar timbangrasa, timbang hatinya tapi pengertian cintanya
pada bumi pusakanya! (Lima Drama,1985:108)
Bapak :
Apa saja yang kau temukan di sana…
Perwira : Sebuah alat pemancar-isyarat
radio. Dan yang ku bawa ini (Lima Drama,1985:112)
Bungsu :
Abang!
Bapak :
Tak perlu ia diratapi lagi, nak. (Lima Drama,1985:113)
Bapak : Tidak! Aku tidak akan pergi. Aku
akan tetap di sini. Mereka pasti akan segera kemari. Mereka akan menjumpai
jenazah abangmu. Dan, aku akan bikin perhitungan dengan mereka. Pistol ini akan
memadailah untuk itu. (Lima Drama,1985:115)
Dari uraian di atas selain Bapak disebut
sebagai tokoh utama bapak juga merupakan tokoh protagonis dilihat dari sisi
perjuangannya membela bangsa. Dan dari segi perwatakan Bapak termasuk flat
character karena tidak mengalami perubahan nasib hingga akhir kisah.
Sedangkan tokoh Sulung merupakan tokoh antagonis karena menjadi lawan Bapak
dalam cerita ini. Sulung mengalami perubahan nasib, yaitu dia mati dibunuh
Bapak. Karena itu, dia disebut juga sebagai round character. Selanjutnya
tokoh Bungsu dan Perwira. Bungsu dan Perwira dikatakan sebagai tokoh pembantu.
Bungsu adalah adik Sulung, sedangkan perwira adalah prajurit TNI merupakan
tunangannya. Dari segi perwatakan, Bungsu dan Perwira mengalami flat character.
Tidak ada perubahan nasib.
Bapak : Ya anakku, terkadang orang lebih
suka ngomong pada dirinya sendiri. Tapi, bukankah tadi kau…bersama abangmu?
Bungsu : Ya. Sehari kami tamasya mengitari
seluruh penjuru kota. Sayang sekali kami tidak ketemu mas……
Bapak :
Tunanganmu?
Bungsu :
Ah, dia selalu sibuk dengan urusan kemiliteran melulu. (Lima Drama,1985:104)
2.6 Teknik Dialog
Dalam struktur lakon, dialog dapat ditinjau
dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi estetis, dialog merupakan faktor
literer dan filosofis yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari segi
teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan yang ditulis dalam tanda
kurung. Dialog melancarkan cerita atau lakon. Dalam cerita ini, dialog
antar tokoh lebih disoroti dari segi teknis. Meskipun ada juga sisi estetisnya,
seperti pada percakapan Bapak dengan dirinya sendiri. Namun dialog yang
dihadirkan tidak ditulis dalam tanda kurung.
(Si Bungsu dating dengan tersenyum).
Bungsu :
Ah Bapak rupanya lagi ngomong seorang diri.
(Si Sulung mendatang dengan mencangklong
pesawat potret, mengenakan kaca mata hitam. Terus duduk, melepas kaca mata dan
meletakkan pesawat potret di meja).
Sulung :
Hu…uh, kota tercintaku ini sudah berubah wajah. Dipenuhi penghuni berbaju
seragam menyandang senapan. Dipagari lingkaran kawat berduri. Dan wajahnya kini
menjadi garang berhiaskan laras-laras senapan mesin. Tapi di atas segalanya,
kota tercintaku ini masih tetap memperlihatkan kejelitaanya. (Lima
Drama,1985:104)
2.7 Konflik
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik
dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal, meliputi manusia, dengan
manusia, masyarakat dan denagn alam sekitarnya. Sedang konflik internal
meliputi satu ide dengan ide yang yang lain. Atau yang terjadi dalam batin
(Tarigan, 1984:134). Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada
tiga macam, yaitu konflik mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik.
Konflik mental (batin) adalah konflik atau pertentangan antara seseorang dengan
batin atau wataknya. Konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan
masyarakatnya, atau dengan orang atau pihak lain (Nurgiyantoro, 1995).
Konflik dalam drama ini adalah konflik
eksternal dan konflik sosial-dalam hal ini keluarga- yang terjadi antara Bapak
dengan Sulung.
Bapak : Sayang sekali nak, kita tegak
pada dua kutub yang bertentangan secara asasi. Tetapi adalah keliru bila kau
menimpakan kesalahan dan tanggung jawab segala duka cita pada pihak kami, nak.
Sulung : Itu pendapat Bapak? Memang Bapak
ada hak penuh untuk berpendapat demikian itu.
Bapak :
Nak, keyakinanmu salah. Sadarlah!
Sulung : Salah bagi Bapak benar bagiku.
Dan, aku sadar benar akan itu. Dan dengan penuh kesadaran pula, aku bersedia
menganggung segala resikonya. (Lima Drama,1985:110)
Sulung :
Menyesal ya Bapak, rupanya kita berbeda kutub dalam tafsir makna.
Bapak : Namun kau nak, kau wajib untuk
merenungkannya. Sebab aku yakin kau akan mampu menemukan titik simpul kebenaran
ucapanku itu. (Lima Drama,1985:107)
Bungsu :Tapi,
kenapa mesti Bapak sendiri yang menghakimi.
Bapak : Karena, dia anak kandungku
pribadi. Karena aku cinta padanya. Ya, karena cintaku itulah, aku tidak rela ia
meneruskan langkah sesatnya. Langkah khianatnya, harus ya, wajib dihentikan.
Meskipun dengan jalan membunuhnya. Tapi dengan kematiannya aku telah
menyelamatkan jiwanya dari kesesatan hanya sampai sekian. Dengan kematiannya,
berakhirlah pula kerja nistanya sebagai penghianat. (Lima Drama,1985:114)
Dalam dialog di atas dapat dipahami bahwa
konflik yang dialami Bapak sangat keras. Setelah bapak beradu mulut dengan
anaknya, Bapak dihadapkan pada kondisi untuk memilih membunuh anaknya atau
berkhianat pada bangsanya. Apalagi setelah mengetahui ternyata anaknya adalah
seorang mata-mata musuh. Akhirnya Bapak memutuskan untuk membunuh Sulung. Bapak
merasa kecewa namun juga bangga.
2.8 Latar
Latar mendukung atau menguatkan tindakan para
tokoh cerita. Latar memantapkan peristiwa-peristiwa di dalam cerita atau lakon
drama. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk
menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah sungguh –sungguh ada dan terjadi
(Nurgiyantoro, 1995:17).
Latar pada drama ini adalah sebuah rumah di
kota Yogyakarta. Di saat kondisi Negara kacau karena serangan tentara kolonial
tahun 1949. Latar percakapan tokoh secara keseluruhan terjadi di ruang tamu.
Berikut analisis latar secara umum yang terdapat pada prolog.
Drama ini terjadi pada tanggal 19 Januari 1949,
sebulan sesudah tentara kolonial Belanda melancarkan aksi agresinya yang kedua
dengan meerbut kota Republik Indonesia, Yogyakarta.
Pada bagian lain dijelaskan suasana kota yang
dipenuhi aktivitas militer
Sulung : Hu…uh, kota tercintaku ini sudah
berubah wajah. Dipenuhi penghuni berbaju seragam menyandang senapan. Dipagari
lingkaran kawat berduri. Dan wajahnya kini menjadi garang berhiaskan
laras-laras senapan mesin. Tapi di atas segalanya, kota tercintaku ini masih
tetap memperlihatkan kejelitaanya.
Bapak :
Begitulah nak, suasana kota sedang dicekam darurat-perang. (Lima Drama,1985:104-105)
Dengan suasana demikian, juga mendukung konflik
dramatik yang berujung pada keputusan Bapak menembak anaknya yang mata-mata
musuh. Serta keinginan Bapak untuk tinggal di rumahnya.
Bapak : Tidak! Aku tidak akan pergi. Aku
akan tetap di sini. Mereka pasti akan segera kemari. Mereka akan menjumpai
jenazah abangmu. Dan, aku akan bikin perhitungan dengan mereka. Pistol ini akan
memadailah untuk itu. (Lima Drama,1985:115)
(Terdengar ledakan bom-bom menggemuruh,
bersusul tembakan meriam-meriam.)
Bapak : Cepat
pergilah! Cepat!
(Perwira yang telah mengambil barang-barang
sitaan, cepat-cepat menarik tangan Si Bungsu. Keduanya berlari keluar, tapi
henti sejenak di ambang.) (Lima Drama,1985:116).
BAB III PENUTUP
Simpulan yang dapat diambil dari naskah drama
“Bapak” ini antara lain,
- Untuk mengetahui dan mengapresiasi suatu karya sastra dibutuhkan pengetahuan serta analisis mengenai unsur-unsur pembangun karya tersebut. Unsur pembangun dalaman karya sastra tersebut disebut dengan unsur intrinsik. Dalam drama ini, unsur-unsur intrinsiknya adalah 1) judul; 2) tema; 3) plot atau alur ; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6) konflik; dan 7) latar.
- Sedangkan untuk mengetahui makna keseluruhan karya tersebut digunakan analisis unsur luaran yang disebut unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik yang dianalisis dalam naskah ini adalah faktor sosial-politik Indonesia pada masa pasca penjajahan Belanda.