1)
Berdasarkan
Zaman
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
A.
PUISI
LAMA
Ciri-ciri
puisi lama:
- Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang
termasuk puisi lama adalah:
- Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
- Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
- Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
- Seloka adalah pantun berkait.
- Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
- Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
- Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
PUISI BARU
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
- Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
- Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
- Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
- Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
- Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
- Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
- Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
2)
Berdasarkan
Sudut Pandang Penulis
Ada bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para
penyair Indonesia. Karya sastra tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna
karya sastra, kita mengacu pada beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi
tersebut. Dalam pemahaman puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah
jenis puisi itu sendiri dan sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak sekali
macam-macam puisi, dan bagaimana penyair dalam menyampaikan inspirasinya, serta
bagaimana menafsirkan makna puisi dengan mudah. Sehingga mudah
mengklasifikasikan, termasuk jenis puisi apakah yang kita ciptakan.
W.H Hudson menyatakan adanya puisi sebyektif dan
puisi obyektif (1959:96). Cleanth Brooks menyebut adanya puisi naratif dan
puisi deskriptif (1979:335-356). David Daiches menyebut adanya puisi fisik,
platonic, dan metafisik (1948:145). X.J. Kennedy menyebut adanya puisi konkret
dan balada (1071:116-226). Dalam kumpulan puisi Rendra, kita mengenal
judul-judul: balada, romansa, stanza, serenada, dan sebagainya. Ada juga
parable atau alegori. Sedangkan istilah ode, himne, puisi kamar, dan puisi
auditorium juga sering kita jumpai.
1.
Puisi
Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair
mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan.
a.
Puisi
Narataif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang
kompleks. Puisi-puisi naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
Balada adalah puisi yang bercerita tentang
orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat
perhatian. Rendra banyak sekali menulis balada tentang orang-orang tersisih,
yang oleh penyairnya disebut "Orang-orang Tercinta". Kumpulan
baladanya yaitu, Balada Orang-orang Tercinta dan Blues Untuk Bonnie.
Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan
bahasa romantic berisi kisah percintaan yang berhubungan dengan ksatria, dengan
diselingi perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih
mempesonakan. Rendra juga banyak menulis romansa. Salah satu bagian dalam
"Empat Kumpulan Sajak"nya berjudul "Romansa" dan berisi
jenis puisi romansa, yakni kisah percintaan sebelum Rendra menikah. Kirdjomuljo
menulis romansa yang berisi kisah petualangan dengan judul “Romance Perjalanan".
Kisah cinta ini dapat juga berarti cinta tanah kelahiran seperti puisi-puisi
Ramadhan K.H. Priangan “Si Jelita”. Priode 1953-1961 banyak ditulis jenis
romansa ini.
b.
Puisi
Lirik
Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik
atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi,
ode, dan serenada.
Elegi adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka.
Misalnya "Elegi Jakarta" karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan
duka penyair di kota Jakarta.
Serenada adalah Sajak percintaan yang bisa
dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu
senja. Rendra banyak menciptakan serenada dalam 'Empat Kumpulan Sajak'.
Misalnya Serenada hitam, Serenada Biru, serenade Merah Jambu, serenade ungu,
Serenada Kelabu, dan sebagainya. Warna-warna dibelakang serenada itu
melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan
seterusnya.
Ode adalah Puisi yang berisi pujaan terhadap
seseorang, sesuatu hal, sesuatu keadaan. Yang banyak ditulis adalah pemujaan
terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi. “Teratai” Sanusi Pane, “Diponegoro” Chairil
Anwar, dan “Ode Buat Proklamator” Leon Agusta merupakan contoh ode yang bagus.
c.
Puisi
Deskriptif.
Didepan telah dinyatakan bahwa dalam puisi
deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan /
peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi
yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire,
kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
Satire adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan
tidak puas penyair terhadap suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan
keadaan sebaliknya.
Kritik Sosial adalah Puisi yang juga menyatakan
ketidak senangan terhadap keadaan atau terhadap diri seseorang, namun dengan
cara membeberkan kepincangan atau ketidak beresan keadaan / orang tersebut.
Impresionistik adalah Puisi yang mengungkapkan kesan
(impresi) penyair terhadap suatu hal.
2.
Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium juga kita
jumpai dalam buku kumpulan puisi ‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi
auditorium disebut juga puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau
serangakaian suara). Puisi Kamar ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan
satu atau dua pendengar saja di dalam kamar.
Puisi Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di
auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
Sajak-sajak Leon Agusta banyak yang dimaksudkan
untuk sajak auditorium. Puisi-puisi Rendra kebanyakan adalah puisi auditorium
yang baru memperlihatkan keindahannya setelah suaranya terdengar lewat
pembacaan yang keras. Puisi auditorium disebut juga puisi oral karena cocok
untuk dioralkan.
3.
Puisi
Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan
sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi itu.
Puisi Fisikal adalah Puisi bersifat realistis,
artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan
dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan
obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada, impresionistis, juga puisi
dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
Puisi Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi
hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan
istilah 'Cinta Platonis' yang berarti cinta tanpa nafsu jasmaniah. Puisi-puisi
ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta luhur seorang kekasih atau orang
tua kepada anaknya dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik.
Puisi Metafisikal adalah Puisi yang bersifat
filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan.
Puisi religius disatu pihak dapat dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide
atau gagasan penyair), dilain pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (mengajak
pembaca merenungkan hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik Hamzah
Fansuri seperti Syair Dagang, Syair Perahu, dan Syair Si Burung Pingai dapat
dipandang sebagai puisi metafisikal. Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja'far
Al-Barzanji dan tasawuf karya Jalaludin Rumi dapat diklasifikasikan sebagai
puisi metafisikal.
4.
Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni
puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair
itu sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis dapat diklasifikasikan
sebagai puisi subyektif, karena mengungkapkan keadaan jiwa penyair sendiri.
Demikian pula puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada pembaca.
Puisi Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan
hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi
impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif,
meskipun juga ada beberapa yang subyektif.
5.
Puisi
Konkret
Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian
Indonesia sejak tahun 1770-an. X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu
dengan nama puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat
dihayati keindahan bentuk dari sudut pandang (poem for the eye). Kita mengenal adanya
bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau puisi-puisi Sutardji
Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajinasian lewat bentuk grafis. Dalam
puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-huruf sangat potensial membentuk
gambar. Gambar wujud fisik yang 'kasat mata' lebih dipentingkan dari pada makna
yang ingin disampaikan.
6.
Puisi
Diafan, Gelap, dan Prismatis.
Puisi Diafan atau puisi polos adalah puisi yang
kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative,
sehingga puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan
sangat mudah dihayati maknanya. Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka
yang baru belajar menulis puisi dapat diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Mereka belum mampu mengharmoniskan bentuk fisik untuk mengungkapkan makna.
Dengan demikian penyair tersebut tidak memiliki kepekaan yang tepat dalam
takarannya untuk lambang, kiasan, majas, dan sebagainya. Jika puisi terlalu
banyak majas, maka puisi itu menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sebaliknya
jika puisi itu kering akan majas dan versifikasi, maka itu akan menjadi puisi
yang bersifat prosaic dan terlalu cerlang sehingga diklasifikasikan sebagai
puisi diafan.
Dalam puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan
kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian
rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun
tidak terlalu gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun
makna itu bagaikan sinar yang keluar dari prisma. Ada bermacam-macam makna yang
muncul karena memang bahasa puisi bersifat multi interpretable. Puisi prismatis
kaya akan makna, namun tidak gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri
pembaca. Jika pembaca mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan kenyataan
sejarah, maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna puisi
tersebut.
Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum tentu semua puisi yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis. Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah puisi diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
7.
Puisi
Pernasian, dan Puisi Inspirati.
Pernasian adalah sekelompok penyair Prancis pada
pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan sifat puisi-puisi yang mengandung
nilai keilmuan. Puisi pernasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau
pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa
penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mampu menulis
puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian. Puisi-puisi Rendra dalam “Potret
Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar belakang teori ekonomi dan
sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi pernasian. Demikian juga
puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat dengan pertimbangan
keilmuan.
Puisi Inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau
passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan.
Suasana batin penyair benar-benar terlibat kedalam puisi itu. Dengan mood,
puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga gaib, sekali baca habis. Pembaca
memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi prosaic seperti karya
penyair-penyair tahun 1970-an.
8.
Stanza
Jenis puisi yang bernama stanza kita jumpai dalam
Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8
baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24
baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan
dalam setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris.
9.
Puisi
Demonstrasi dan Pamflet
Puisi demonstrasi mengarah pada puisi-puisi Taufiq
Ismail dan mereka yang oleh Jassin disebut angkatan 66. Puisi ini melukiskan
dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar
tahun 1966. Menurut Subagio Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966
bersifat ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan
individu. Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan
emosional selama penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. Gaya paradoks dan
ironi banyak kita jumpai. Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat
kelompok banyak dipergunakan, seperti kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan,
dan sebagainya.
Seperti halnya puisi pamflet, puisi-puisi
demonstrasi merupakan ungkapan sepihak, sehingga kebenaran sulit ditrima secara
obyektif. Pihak yang dibela diberikan tempat dan kedudukan yang terhormat dan
serba benar, sedang pihak yang dikritik dilukiskan berada dalam posisi yang
kurang simpatik.
Puisi pamflet juga mengungkapkan protes sosial.
Disebut puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya
mengungkapkan rasa tidak puas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi
protes secara spontan tanpa proses pemikiran atau perenungan yang mendalam.
Istilah-istilah gagah membela kelompoknya disertai dengan istilah tidak
simpatik yang memojokkan pihak yang dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi,
bahasa pusi pamflet juga bersifat prosaic.
Rendra adalah tokoh puisi pamflet. Didepan telah
diberikan salah satu contoh puisi pamflet Rendra yang berjudul "Sajak
Burung Kondor". Kata-kata cukong, dan kondom dinyatakan bersam dengan
kata-kata penderitaan, kelaparan, dan kesengsaraan rakyat kecil yang dibela.
Dalam pusi-puisi pamflet banyak kita jumpai kata-kata tabu yang diungkapkan
penyair untuk menunjukkan kedongkolan hati penyair kepada pihak yang dikritik
atau terhadap keadaan yang tidak memuaskan dirinya.
Puisi pamflet Rendra kehilangan makna konotatif,
suatu kehebatan Rendra dalam menciptakan puisi pada tahun 50-an. Kata-kata
kasar, ungkapan-ungkapan langsung ke sasaran, dan hiperbola yang bertujuan
memojokkan pihak yang dikritik banyak kita jumpai dalam puisi-puisi pamflet
Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini mengingatkan kita akan puisi-puisi
Jerman pada awal industrialisasi di sana. Puisi-puisi pamflet Rendra kebetulan
merupakan reaksi terhadap industrialisasi yang berkembang pesat sekitar tahun
1974 (seperti halnya puisi pamflet Jerman
10. Alegori
Puisi
sering-sering mengungkapakan cerita yang isinya dimaksudkan untuk memberikan
nasihat tentang budi pekerti dan agama. Jenis alegori yang terkenal adalah
parable yang juga disebut dongeng perumpamaan. Dalam kitab suci banyak kita
jumpai dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat kita cari dibalik yang
tersurat. Puisi "Teratai" karya Sanusi Pane boleh dikatakan sebagai
puisi alegori, karena kisah bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh
pendidikan. Kisah tokoh pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu
digunakan untuk memberi nasihat kepada generasi muda agar mencontoh teladan
'teratai' itu. Cerita berbingkai seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan
Budiman dan Hikayat Bachtiar juga dapat diklasifikasikan sebagai parable
No comments:
Post a Comment